Gumpalan.com - Pertanyaan yang sering muncul adalah apakah seorang konsultan hukum non litigasi harus menjadi seorang advokat. Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, penting untuk memahami definisi advokat dan jasa hukum menurut Undang-Undang (UU) Advokat.
Advokat adalah seseorang yang memberikan jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan, dengan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini. Jasa hukum mencakup konsultasi hukum, bantuan hukum, perwakilan, pembelaan, dan tindakan hukum lainnya untuk kepentingan hukum klien.
Berdasarkan definisi di atas, advokat yang memenuhi persyaratan UU Advokat seharusnya dapat memberikan jasa hukum, termasuk konsultasi hukum. Namun, perlu diketahui bahwa Pasal 31 UU Advokat mengatur bahwa jika seseorang yang bukan advokat melakukan pekerjaan profesi advokat, dapat dikenai sanksi pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp50 juta.
Namun, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 006/PUU-II/2004, Pasal 31 UU Advokat tersebut dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Pertimbangannya adalah bahwa setiap orang berhak berkomunikasi, memperoleh informasi, dan mencari sumber informasi yang dianggap tepat dan terpercaya berdasarkan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945. Seseorang yang membutuhkan jasa hukum di luar pengadilan pada dasarnya ingin memperoleh informasi hukum dan memiliki hak untuk memilih sumber informasi yang dianggapnya tepat.
Pasal 31 UU Advokat membatasi kebebasan seseorang untuk memilih sumber informasi karena hanya advokat yang diizinkan memberikan informasi hukum dalam konsultasi hukum di luar pengadilan. Jika seseorang yang bukan advokat memberikan informasi hukum, dia dapat dihukum. Hal ini membatasi pencari informasi dalam memilih sumber informasi karena orang yang bukan advokat tidak diizinkan memberikan informasi.
Selain itu, UU Advokat sebagai undang-undang yang mengatur profesi advokat tidak boleh dijadikan sebagai sarana untuk melegitimasi bahwa hanya advokat yang boleh mewakili di pengadilan, karena hal tersebut harus diatur dalam hukum acara.
Namun, hukum acara yang berlaku saat ini tidak mewajibkan pihak-pihak yang berperkara untuk diwakili oleh pengacara. Oleh karena itu, menurut hukum acara, pihak lain selain advokat tidak boleh dilarang untuk mewakili pihak yang berperkara di pengadilan. Hal ini juga sesuai dengan kondisi masyarakat saat ini di mana jumlah advokat sangat terbatas dan tidak merata dibandingkan dengan luas wilayah dan jumlah penduduk yang membutuhkan jasa hukum.
Namun, perlu dicatat bahwa terdapat pengecualian untuk keterlibatan non advokat dalam memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada orang atau kelompok orang miskin. Pemberi bantuan hukum dalam hal ini adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberikan layanan bantuan hukum dan harus memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam UU 16/2011.
Sebagai kesimpulan, dalam konteks konsultasi hukum non litigasi, disarankan agar kantor konsultan hukum memiliki advokat sebagai pimpinan dan sebaiknya memiliki lisensi yang khusus atau spesifik untuk bidang-bidang tertentu. Dengan demikian, kantor tersebut dapat menunjukkan kepatuhan terhadap hukum. Jika tidak, kantor tersebut mungkin menghadapi masalah hukum karena memberikan jasa hukum tanpa memenuhi ketentuan hukum yang berlaku.